Saturday 5 December 2015

Sejarah Kerajaan Sumenep

ERA PRA KOLONIAL
Menurut Sumber-Sumber dari Cina, semenjak Pemerintahan Raja Airlangga, daerah Negara Madura dibagi menjadi dua daerah bagian, yaitu Madura Barat dan Madura Timur, untuk Madura Barat, di kuasai oleh Kerajaan Widarba dengan rajanya yaitu Bala Dewa, yang merupakan negara mertua Khrisna, Di tumpang tindihkan dengan kerajaan Bidarba yang beribu kota Pacangan tempat Bangsacara berjumpa Ragapadmi.
sedangkan untuk Madura timur dikuasai oleh kerajaan Mandaraka dengan rajanya Prabu Salya. Pada Era Kerajaan Singhasari , daerah Sumenep dipimpin oleh seorang Adipati yang juga menjadi dalang pembangunan Kerajaan Majapahit , Arya Wiraraja. Dituliskan dalam berbagai kitab dan prasasti, yang salah satunya dalam kitab pararaton,Bahwa Arya Wiraraja tidak dipercaya lagi oleh Raja Wisnuwardhana dan dinohaken (dijauhkan) ke Sumenep, Madura timur tepat pada tanggal 31 Oktober 1269 Masehi, dan sejak tanggal itulah pemerintahan Sumenep dimulai.


#JAMAN PEMERINTAH KERAJAAN ARYA
WIRARAJA

Arya Wiraja dilatik sebagai Adipati pertama Sumenep pada tanggal 31 Oktober 1269, yang sekaligus bertepatan dengan hari jadi Kabupaten Sumenep. Selama dipimpin oleh Arya Wiraja, banyak kemajuan yang dialami kerajaan Sumenep. Pria yang berasal dari desa Nangka Jawa Timur ini memiliki pribadi dan kecakapan/kemampuan yang baik. Arya Wiraja secara umum dikenal sebagai seorang pakar dalam ilmu penasehat/ pengatur strategi, analisanya cukup tajam dan terarah sehingga banyak yang mengira Arya Wiraja adalah seorang dukun.

Adapun jasa-jasa Arya Wiraja :
- Mendirikan Majapahit b ersama dengan
Raden Wijaya.

- Menghancurkan tentara Cina/tartar serta mengusirnya dari tanah Jawa.

Dalam usia 35 Tahun, karier Arya Wiraja cepat menanjak. Mulai jabatan Demang Kerajaan Singosari kemudian dipromosikan oleh Kartanegara Raja Singosari menjadi Adipati Kerajaan Sumenep, kemudian dipromosikan oleh Raden Wijaya menjadi Rakyan Menteri di Kerajaan Majapahit dan bertugas di Lumajang. Setelah Arya Wiraja
meninggalkan Sumenep, kerajaan di ujung timur Madura itu mengalami kemunduran. kekuasaan diserahkan kepada saudaranya #ARYA BANGAH dan keratonnya pindah dari Batuputih ke Banasare di wilayah Sumenep juga. Selanjutnya diganti oleh anaknya, yang bernama #ARYA DANURWENDO , yang keratonnya pindah ke Desa Tanjung. Dan selanjutnya diganti oleh anaknya, yang bernama #ARYA ASPARATI. Diganti pula oleh anaknya bernama #PANEMBAHAN DJOHARSARI. Selanjutnya kekuasaan dipindahkan kepada anaknya bernama #PANEMBAHAN MANDARAJA, yang mempunyai 2 anak bernama #PANGERAN BUKABU yang kemudian menganti ayahnya dan pindah ke Keratonnya di Bukabu (Kecamatan Ambunten). Selanjutnya diganti oleh adiknya bernama #PANGERAN BARAGUNG yang kemudian pindah ke Desa Baragung (Kecamatan Guluk-guluk). 
#R. AGUNG RAWIT (SECODININGRAT I)

Raden Agung Rawit adalah putra dari Endang Kilangan dan Bramakanda. Endang Kilangan sendiri adalah anak dari Pangeran Bragung. Jadi Raden Agung Rawit tak lain dan tak bukan cucu dari Pangeran Bragung. Raden Agung Rawit (Secodiningrat I) menikah dengan salah satu anak dari Pangeran Bukabu Yaitu Dewi Sarini, dan dari pernikahan itu Raden Agung Rawit memiliki keturunan Dewi saini atau yang lebih di kenal dengan Raden Ayu Potre Koning.

#ADI PODAY
Adipoday adalah Anak dari Sunan Bringin, Saudara Sunan Ampel. Adi Poday satu di antara dua bersaudara yang dikenal memiliki kesaktian luar biasa. Dibandingkan kakaknya, Adi Rasa, Adi Poday disebut memiliki kesaktian lebih tinggi. Hal itu karena kekuatan yang dimilikinya adalah kesaktian khusus.
MENGENAL Adi Poday sesungguhnya mengenal kesaktian. Tokoh pertapa zaman kerajaan dulu itu memang dikenal memiliki kesaktian. Ady Poday suka olah batin dan bertapa, Karena sangking asiknya bertapa antara adi poday (dikisahkan kemungkinan bertapa di gunung geger-bangkalan) dan potre koning (bertapa di gunung pajudan-barat guluk-guluk) mereka secara bathiniah/ sukma sering bertemu membuat beliau sama-sama kagum dan cinta, akhirnya beliau menikah secara bathin dan
berhubungan suami-istri secara bathin pula sampai akhirnya lahirlah seorang putra yang dikenal sebagai Jokotole.

#PANGERAN JOKOTOLE (Pangeran
Secodiningrat III)

Pangeran Jokotole menjadi raja Sumenep yang ke 13 selama 45 tahun (1415-1460). Jokotole da adiknya bernama Jokowedi lahir dari Raden Ayu Potre Koneng,
cicit dari Pangeran Bukabu sebagai hasil dari perkawinan bathin (melalui mimpi) dengan Adipoday (Raja Sumenep ke 12). Karena hasil dari perkawinan Bathin itulah, maka banyak orang yang tidak percaya. Dan akhirnya, seolah-olah terkesan sebagai kehamilan diluar nikah. Akhirnya menimbulkan kemarahan
kedua orang tuanya, sampai akan dihukum mati. Sejak kehamilannya, banyak terjadi hal- hal yang aneh dan diluar dugaan. Karena takut kepada orang tuanya maka kelahiran bayi RA Potre Koneng langsung diletakkan di hutan oleh dayangya. Dan, ditemukan oleh Empu Kelleng yang kemudian disusui oleh kerbau miliknya. Peristiwa kelahiran Jokotole, terulang
lagi oleh adiknya yaitu Jokowedi. Kesaktian Jokotole mulai terlihat pada usia 6 tahun lebih, seperti membuat alat-alat perkakas dengan tanpa bantuan dari alat apapun hanya dari badanya sendiri, yang hasilnya lebih bagus ketimbang ayah angkatnya sendiri. Lewat kesaktiannya itulah maka ia membantu para pekerja pandai besi yang kelelahan dan sakit akibat kepanasan termasuk ayah angkatnya dalam pengelasan membuat pintu gerbang raksasa atas pehenda Brawijaya VII. Dengan cara membakar dirinya dan kemudian menjadi arang itulah kemudian lewat pusarnya keluar cairan putih. Cairan putih tersebut untuk keperluan pengelasan pintu raksasa. Dan, akhirnya ia diberi hadiah emas dan uang logam seberat badannya. Akhirnya ia mengabdi di kerajaan Majapahit untuk beberapa lama. Banyak kesuksessan yang ia raih selama mengadi di kerajaan Majapahit tersebut yang sekaligus menjadi mantu dari Patih Muda Majapahit. Setibanya dari Sumenep ia bersama istrinya bernama Dewi Ratnadi bersua ke Keraton yang akhirnya bertemu dengan ibunya RA Potre Koneng dan kemudian dilantik menjadi Raja Sumenep dengan Gelar Pangeran Secodiningrat III. Saat menjadi raja ia terlibat pertempuran besar melawan raja dari Bali yaitu Dampo Awang, yang akhirnya dimenangkan oleh Raja Jokotole dengan kesaktiannya menghancurkan kesaktiannya Dampo Awang. Dan kemudian kekuasaannya berakhir pada tahun 1460. dan kemudian di gantikan oleh #R.WIGONANDO (SECODININGRAT IV) putra pertama dari Jokotole.
#R.BUGAN(TumenggungYudonegoro)
Raden Bugan adalah putra dari Kanjeng

Pangeran Ario Cokronegoro I. diriwayatkan dalam beberapa buku sejarah Sumenep, bahwa Raden Bugan pada umur 3 tahun diasingkan ke Cirebon dikala wilayah Madura mengalami peperangan. Di Cirebon dia diasuh dikalangan keluarga Kesultanan Cirebon, setelah beranjak dewasa dia kemudian melanjutkan untuk menuntut ilmu di Giri. Dalam menempuh pendidikannya di Giri dia bertemu dengan Pangeran Trunojoyo yang juga bersama-sama menuntut agama di pesantren tersebut.
setelah tamat dalam menuntut ilmu, Raden Bugan diminta untuk kembali ke Sumenep oleh Sultan Cirebon. dalam perjalannya ke Sumenep dia menyempatkan berlabuh di Pulau Mandangin, Sampang untuk bertapa. Ditempat inilah dia kembali bertemu dengan Pangeran Trunojoyo. Dalam pertemuan tersebut Raden bugan dan Pangeran Trunojoyo berjanji suatu saat akan menjumpai dia di Sumenep.

Sesampainya di Sumenep, Raden Bugan diangkat menjadi Kebayan Kabupaten atau Manteri Kabupaten, dengan gelarnya Raden Wongsodjojo. Pada suatu waktu, diceritakan bahwa Kanjeng Tumenggung Ario Jaing Patih ( Adipati Sumenep ke 22 ) menerima berita bahwa Pangeran trunojoyo akan berkunjung ke Sumenep. Kanjeng Tumenggung Ario Jaing Patih menjadi khawatir dengan berita tersebut. Seluruh Menteri dikumpulkan, termasuk juga Raden Wongsodjojo. Dalam pertemuan tersebut Kanjeng Tumenggung Ario Jaing Patih menyampaikan bahwa dirinya tidak pantas menerima kedatangan Pangeran Trunojoyo tersebut ke Sumenep, maka oleh karena itu dia meminta kepada para manteri kabupaten untuk menggantikan posisinya sementara waktu dalam menyambut kedatangan Pangeran Trunojoyo. Dalam pertemuan tersebut tak satupun Menteri Kabupaten yang bersedia, para menteri justru memberikan masukan kepada Tumenggung Ario Jaing Patih bahwa dialah yang pantas menerima kedatangan Pangeran Trunojoyo meskipun nantinya sang Pangeran mengajak Kanjeng Tumenggung Ario Jaing Patih untuk berperang. Namun tanpa disangka, Raden
Wongsodjojo akhirnya bersedia menggantikan posisi Tumenggung Ario Jaing Patih tersebut dengan syarat nantinya Raden Wongsodjojo diperkenankan membawahi Pasukan Karaton sebanyak 700 orang dan memangakai atribut kerajaan yang selalu digunakan oleh Kanjeng Tumenggung Ario Jaing Patih. Dalam hal ini Kanjeng Tumenggung Ario Jaing Patih pun tidak keberatan. Akhirnya pada keesokan harinya Raden Wongsodjojo dan beberapa pasukan karaton berangkat meninggalkan Sumenep. Sesampainya di Prenduan akhirnya Raden Wongsodjojo memutuskan untuk bermalam di daerah tersebut. tanpa disangka Raden Wongsodjojo meninggalkan pasukannya untuk bertemu Pangeran Trunojoyo bertemu di desa Kadura Timur. Akhirnya keesokan harinya pasukan yaang semula bersama dengan Raden Wongsodjojo, mengira bahwa pemimpinnya tersebut ditawan oleh Pangeran Trunojoyo.

akhirnya para pasukan yang semula berada dalam pengawasan Raden Wongsodjojo, kembali ke Sumenep melaporkan kepada Adipati Sumenep saat itu, Kanjeng Tumenggung Ario Jaing Patih. Akhirnya Dia memutuskan untuk lari ke daerah Sampang , melawati jalur Madura bagian utara.

Raden Wongsodjojo dan Pangeran Trunojoyo terus menuju Sumenep bersama para pasukan pengawal yang dibawa oleh Pangeran Trunojoyo . Sesampainya di Karaton Karang Toroy. Kedua pemimpin tersebut mendapat kabar bahwa Kanjeng Tumenggung Ario Jaing Patih lari ke Sampang tanpa bermaksud lagi untuk kembali ke daerah Sumenep. Maka atas persetujuan Pangeran Trunojoyo Raden Wongsodjojo diangkat Sebagai Adipati Sumenep ke 23 dengan Gelarnya Kanjeng Tumenggung Ario Yudonegoro yang lebih dikenal dengan sebutan Macan Wulung.

Kanjeng Tumenggung Ario Yudonegoro memunyai istri bernama Nyai Raden Ayu Kani, yang tak lain adalah keponakan dari Pangeran Trunojoyo. Dia dikarunia empat orang putri, antara lain
-Raden Ayu Batur
-Raden Ayu Artak'
-Raden Ayu Otokdan
-Raden Ayu Katjang

#RADEN AYU TIRTONEGORO DAN BINDARA SAOD
Raden Ayu Tirtonegoro merupakan
satu-satunya pemimpin wanita dalam sejarah kerajaan Sumenep sebagai Kepala Pemerintahan yang ke 30. Menurut hikayat RA Tirtonegoro pada suatu malam bermimipi supaya Ratu kawin dengan Bindara Saod. Setelah Bindara Saod dipanggil, diceritakanlah mimpi itu. Setelah ada kata sepakat perkawinan dilaksanakan, Bindara Saodmenjadi suami Ratu dengan gelar Tumenggung Tirtonegoro. Terjadi peristiwa tragis pama masa pemerintahan Ratu Tirtonegoro. Raden Purwonegoro Patih Kerajaan Sumenep waktu mencintai Ratu Tirtonegoro, sehingga sangat membenci Bindara Saod, bahkan merencanakan membunuhnya. Raden Purwonegoro datang ke keraton lalu mengayunkan pedang namun tidak mengenai sasaran dan pedang tertancap dalam ke tiang pendopo. Malah sebaliknya Raden Purwonegoro tewas di tangan Manteri Sawunggaling dan Kyai Sanggatarona. Seperti diketahui bahwa Ratu Tirtonegoro dan Purwonegoro sama-sama keturunan Tumenggung Yudonegoro Raja Sumenep ke 23. Akibatnya keluarga kerajaan Sumenep menjadi dua golongan yang berpihak pada Ratu Tirtonegoro diperbolehkan tetap tinggal di Sumenep dan diwajibkan merubah gelarnya dengan sebutan Kyai serta berjanji untuk tidak akan menentang Bindara Saod sampai tujuh turunan. Sedang golongan yang tidak setuju pada ketentuan tersebut dianjurkan meninggalkan kerajaan Sumenep dan kembali ke Pamekasan, Sampang atau Bangkalan.

#BINDARA SAOD
Bindara Saod keturunan dari Pangeran
Katandur. Pangeran ini cucu dari Sunan Kudus, Pangeran Katandur adalah pemimpin pertanian yang mula-mula memberi contoh bercocok tanam didesa Parsanga dan desa-desa disekitarnya dalam pertengahan abad ke- 17. Waktu didaerah Sumenep ditimpa bencana kelaparan hujan lama tidak turun dan rakyat disibukkan oleh macam-macam peperangan tetapi berkat petunjuk-petunjuk dari Pangeran Katandur dibidang pertanian maka hasil produksi dapat dilipat gandakan dan kelaparan dapat segera diatasi.
Pangeran Katandur memang mempunyai darah keturunan Arab maka disamping memimpin pertanian ia juga menyebarkan Agama Islam, setelah beberapa keturunan sampailah pada Bendoro Saud, dengan demikian ia mempunyai keturunan Arab. Bendoro Saud diambil oleh pamannya ialah Kyai Pekke, Kyai ini mempunyai banyak santri termasuk pula Bindara Saod. Pada malam hari santri-santrinya tidur bersama-sama dilanggar, pada suatu malam Kyai Pekke melihat-lihat santrinya yang sedang tidur dalam malam yang gelap itu tampaklah sinar yang datang dari salah seorang santrinya. Kyai Pekke menghampiri santri tersebut dan memberi tanda sarungnya dilobangi dengan api rokok, pada keesokan harinya Kyai Pekke memeriksa santri-santrinya dan ternyata sarung yang diberi tanda disarungnya berlobang ialah Bendoro Saud, Isteri Bindara Sald ialah Nyai Isza dan mempunyai dua orang anak yang bernama Ario Pacinan dan Somala bergelar Panembahan Notokusumo I.

#PANEMBAHAN SOMALA
Bindara Saod dengan isterinya yang
pertama di Batu Ampar mempunyai 2 orang anak. Pada saat kedua anak Bindara Saod itu datang ke keraton memenuhi panggilan Ratu Tirtonegoro, anak yang kedua yang bernama Somala terlebih dahulu dalam menyungkem kepada Ratu sedangkan kakaknya mendahulukan menyungkem kepada ayahnya (Bindara Saod). Saat itu pula keluar wasiat Sang Ratu yang dicatat oleh sektretaris kerajaan. Isi wasiat menyatakan bahwa di kelak kemudian hari apabila Bindara Saod meninggal maka yang diperkenankan untuk mengganti menjadi Raja Sumenep adalah Somala. Setelah Bindara Saod meninggal 8 hari kemudian Ratu Tirtonegoro ikut meninggal tahun 1762, sesuai dengan wasiat Ratu yang menjadi Raja Sumenep adalah Somala dengan gelar Panembahan Notokusumo I. Beberapa peristiwa penting pada zaman pemerintahan Somala antara lain menyerang negeri Blambangan dan berhasil menang sehingga Blambangan dan Panarukan menjadi wilayah kekuasaan Panembangan Notokusumo I. Kemudian beliau membangun keraton Sumenep yang sekarang berfungsi sebagai Pendopo Kabupaten. Selanjutnya beliau membangun Masjid Jamik pada tahuhn 1763, Asta Tinggi (tempat pemakaman Raja-Raja Sumenep dan keluarganya) juga dibangun oleh beliau.

#SULTAN ABDURRACHMAN PAKU
NATANINGRAT

Sultan Abdurrachman Pakunataningrat bernama asli Notonegoro putra dari Raja Sumenep yaitu Panembahan Notokusumo I. Sultan Abdurrachman Pakunataningrat mendapat gelar Doktor Kesusastraan dari pemerintah Inggris, karena beliau pernah membantu Letnan Gubernur Jendral Raffles untuk menterjemahkan tulisan-tulisan kuno di batu kedalam bahasa Melayu. Beliau memang meguasai berbagai bahasa, seperti bahasa Sansekerta, Bahasa Kawi, dan sebagainya. Dan, juga ilmu pengetahuan dan Agama. Disamping itu pandai membuat senjata Keris. Sultan Abdurrachman Pakunataningrat dikenal sangat bijaksana dan memperhatikan rakyat Sumenep, oleh karena itu ia sangat disegani dan dijunjung tinggi oleh rakyat Sumenep sampai sekarang.


#Daftar Raja yang pernah memerintah di
Sumenep

1). Aria Banyak Wedi
( Aria Wiraraja ) Batuputih 1269-1292 Otak pendiri Ker. Majapahit

2). Ario Bangah( Wiraraja ) Banasare 1292-1301
3). Ario Danurwendo
( Lembu Sarenggono ) Aeng Anyar 1301-1311

4). Ario Assrapati 1311-1319
5). Panembahan Joharsari Bluto 1319-1331
6). Panembahan Mandaraga
( R. Piturut ) Keles 1331-1339

7). P. Bukabu Wotoprojo Bukabu 1339-1348
8). P. Baragung Notoningrat Baragung 1348-1358
9). R. Agung Rawit
( Secodiningrat I ) Banasare 1358-1366

10). Tumenggung Gajah Pramono
( Secodiningrat II ) Banasare 1366-1386

11). Panembahan Blongi
( Aryo Pulang Jiwo ) Bolingi / Poday 1386-1399

12). Pangeran Adipoday
(Ario Baribin ) Nyamplong / Poday 1399-1415

13). Pangeran Jokotole( P. Secodiningrat III ) Banasare 1415-1460 Pendiri Benteng Kalimo'ok melawan orang-orang Bali . Awang pendiri pintu Gerbang Ker. Majapahit
14). R. Wigonando
( P. Secodiningrat IV ) Gapura 1460-1502

15). P. Siding Purih
( P. Secodingrat V ) Parsanga 1502-1559 Patoh Takundur

16). RT. Kanduruwan Karang Sabu 1559-1562
17). P. Wetan dan P Lor 1562-1567
18). R. Keduk ( P. Keduk II ) 1567-1574
19). R. Rajasa ( P. Lor II ) 1574-1589
20). R. Abdullah( P. Cokronegoro I ) Karang Toroy 1589-1626
21). P. Anggadipa Karang Toroy 1626-1644
22). Tumenggung JaingPatih dari Sampang Karang Toroy 1644-1648
23). R. Bugan
( Tumenggung Yudonegoro ) Karang Toroy 1648-1672

24). P.T. Pulang Jiwo dan P. Sepuh Karang Toroy 1672-1678
25). P. Romo
( P. Cokronegoro II ) Karang Toroy 1678-1709

26). RT. Wiromenggolo( Purwonegoro ) Karang
Toroy 1709-1721

27). R. Ahmat alias P. Jimat
( T. Aryo Cokronegoro III ) Karang Toroy
1721-1744

28). R. Alza Alias P. Lolos Karang Toroy
1744-1749 Lolos dalam penyergapan K. Lesap

29). K. Lesap Karang Toroy 1749-1750 Pimpinan
sementara diserahkan T. Tirtonegoro

30). R. Ayu Rasmana Tirtonegoro & Bindara Saod Pajagalan 1750-1762 Pemerintahan diserahkan pada suaminya
31). Panembahan Sumolo Asiru Pajagalan
1762-1811 Pendiri Masjid Jamik

32). Sri Sultan Abdurrahman
( Pakunataningrat I ) Pajagalan 1811-1854 Kerajaan Sumenep

33). Panembahan Moh. Saleh
( Notokusumo II ) Pajagalan 1854-1879

34). P. Mangkudiningrat
( P. Pakunataningrat II ) Pajagalan 1879-1901

35). P. Ario Prataningkusumo Pajagalan
1901-1926

36). RP. Ario Prabuwinoto Pajagalan 1926-1929

0 comments:

Post a Comment

 
Design Downloaded from Free Website Templates Download | Free Textures | Web Design Resources